BANDAR LAMPUNG
Trienews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya untuk memberantas tuntas mafia tanah di negeri ini. Selaras dengan kebijakan itu, langkah patriotik Presiden tersebut kini dinantikan oleh masyarakat 5 (lima) keturunan Bandardewa yang sedang menggugat HGU Nomor 16 tahun 1989 PT HIM di persidangan PTUN Bandarlampung.
Kuasa ahli waris sekaligus satu-satunya juru bicara resmi 5 keturunan Bandardewa, Ir. Achmad Sobrie, M.Si menyatakan bahwa pihaknya sangat mendukung kebijakan Presiden tersebut dan mendorong aparat penegak hukum untuk segera membongkar Mafia Tanah HGU Nomor 16 Tahun 1989 a.n PT HIM yang disinyalir selama kurun waktu 40 tahun secara masif dan sistematis telah merampas tanah milik ahli waris 5 keturunan Bandardewa.
“Rekomendasi Komisi II DPR RI agar BPN melakukan ukur ulang HGU dilapangan yang diduga bermasalah (luasnya) diabaikan, Komnas HAM agar BPN melakukan evaluasi HGU PT HIM dilecehkan dan Tim terpadu Penyelesaian konflik Perkebunan Provinsi Lampung agar PT HIM berkewajiban/bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikan perijinan sesuai dengan ketentuan peraturan per UU-an juga tidak ditindaklanjuti oleh PT HIM,” beber Achmad Sobrie. Minggu (26/9/2021).
Menurut Sobrie, pada awal 1983 sebelum HGU tersebut diterbitkan, dengan surat 14 Februari 1983 Nomor 01/PL/II/1983 kami telah bersurat secara resmi kepada PT HIM dengan tembusannya disampaikan kepada Gubernur Lampung, Bupati Lampung Utara, ketua DPRD Lampung Utara, Kepala Direktorat Agraria Lampung, dan Kepala Kantor Agraria Kabupaten Lampung Utara. Tetapi tidak mendapat respon positif.
“Justeru Kepala BPN RI malah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 16/HGU/1989 tentang pemberian HGU atas nama PT HIM Jakarta diikuti dengan terbitnya Sertifikat HGU Nomor 16 tanggal 4 Juli 1994 a.n PT HIM dan akan/telah berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 lalu, meskipun pemberian hak tersebut bertentangan dengan hukum karena belum diganti rugi kepada pemilik yang sah berdasarkan alas hak Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat Kampoeng Bandardewa Nomor 79/Kampoeng/1922 terdaftar di Pesirah Marga Tegamoan pada tanggal 27 April 1936,” papar Sobrie keheranan.
Kemudian, masih menurut Sobrie, ketika sedang dalam proses mediasi Komnas HAM untuk mencarikan titik temu penyelesaian sengketa antara 5 keturunan dengan PT HIM, secara rahasia Perusahaan ini, melalui oknum DH, telah memperpanjang masa berlaku HGU selama 25 tahun dari 2019 menjadi 2044 secara sewenang-wenang, dengan terbitnya SK Kepala BPN No. 35/HGU/BPN RI/2013 tanggal 14 Mei 2013.
Diduga, sambungnya, HGU tersebut diperpanjang oleh oknum DH (PT HIM) melalui konspirasi dengan oknum aparat/pejabat Pemkab Tulangbawang Barat dan BPN RI beserta jajarannya di daerah, tanpa memperhatikan hasil kesepakatan Rapat tanggal 23 April 2013 di kantor Bupati Tulangbawang barat yang dipimpin Langsung oleh komisioner Komnas HAM kala itu. Padahal masa berlaku HGU tersebut ketika itu, masih 6 tahun lagi.
“Pasca terbitnya perpanjangan masa berlaku HGU tersebut, kami telah dua kali bersurat secara resmi kepada Bupati Tulangbawang Barat. Terakhir dengan surat tanggal 28 Oktober 2013 Nomor 003/18/TK/X/2013 yang isinya kami meminta agar Bupati Tulangbawang Barat untuk mengusulkan pencabutan HGU Nomor 16 tahun 1989 kepada kepala BPN RI. Namun, permohonan kami tersebut tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Bahkan, setelah melalui beberapa kesempatan rapat tidak ada titik temu, akhirnya Wakil Bupati cq Tim Penyelesaian Sengketa Pertanahan Kabupaten Tulangbawang Barat merekomendasikan agar 5 Keturunan Bandardewa menempuh upaya hukum, sebagaimana telah disampaikannya melalui surat Wakil Bupati Tulangbawang Barat tanggal 27 Juli 2017 nomor 100/306/1.01/Tubaba/2017,” ungkap Sobrie.
“Patut diduga, sikap tersebut mencerminkan adanya konspirasi oknum DH (pihak PT HIM) dengan oknum pejabat Pemkab Tulangbawang Barat untuk tetap menguasai lahan tersebut melalui perpanjangan masa berlaku HGU Nomor 16 tahun 1989 yang sejak awal memang sudah batal demi hukum,” tambah dia.
Jika dugaan Sobrie itu benar, oknum DH Manager di PT HIM ini, merupakan pintu masuk bagi para oknum lainnya. Mereka menjadi gerombolan yang paling bertanggungjawab atas kasus sengketa tanah yang tidak pernah tuntas tersebut.
“Sejak HGU tersebut berakhir, DH tidak lagi memimpin dan bertugas di Tulangbawang Barat, namun telah dipindahkan oleh pihak perusahaan ke tempat lain, diluar daerah Tulangbawang Barat,” rinci Sobrie.
Diberitakan sebelumnya, disinyalir akibat ‘kolaborasi hitam’ para mafia tanah dengan PT HIM yang telah mencaplok tanah ahli waris lima keturunan Bandardewa, warga pribumi setempat. Sehingga berdampak ahli waris tidak lagi memiliki lahan untuk usaha tani. Dan mirisnya, ada yang harus menjadi Buruh dan Satpam di PT tersebut. Bahkan lebih mirisnya lagi, ada yang terpaksa keluar dari tanah ulayat-nya, untuk sekedar mempertahankan hidup mereka menjadi buruh tani di luar Kabupaten. Padahal di tanah tersebut telah tertanam tulang belulang leluhurnya.
Dengan adanya kebijakan pro rakyat Presiden Jokowi ini, tentu juga menjadi pemicu optimisme baru masyarakat lima keturunan Bandardewa. Optimistis ruang hidup mereka yang selama hampir 40 tahun terampas dapat segera dikembalikan seperti semula dan para mafia tanah yang terlibat di dalamnya diganjar hukuman seberat-beratnya.
Disisi lain, bak gayung bersambut, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah memastikan menjalankan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengusut mafia tanah guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono saat ditemui awak media baru-baru ini di Bareskrim Polri, menyebutkan instruksi Presiden tersebut telah didengarkan seluruh jajaran Polri baik di tingkat markas besar (Mabes), maupun Polda, hingga Polres dan Polsek.
“Itu (instruksi, red) jadi perhatian, Presiden menginformasikan, mengintruksikan kepada Polri untuk mengusut tuntas masalah kasus mafia tanah, tentunya dan pasti instruksi dari Presiden akan dilaksanakan untuk memberi kepastian kepada masyarakat,” ujar Rusdi, Kamis (23/9/2021).
Rusdi mengatakan, secara otomatis instruksi Presiden tersebut langsung didengar oleh seluruh jajaran Polri, meskipun Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo belum memberikan arahan kepada jajarannya terkait instruksi Presiden tentang pemberantasan mafia tanah.
“Itu sudah otomatis, ketika instruksi itu kan didengar oleh seluruh Polri, para Kasatwil, Kapolda, Kapolres, Kapolsek itu mendengar semua. Dan akan dilaksanakan,” ucap Rusdi.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa pemerintah akan berkomitmen penuh untuk memberantas mafia-mafia tanah.
Presiden juga meminta Polri tidak ragu-ragu mengusut mafia tanah yang ada. Dan memastikan jangan sampai ada aparat penegak hukum yang mem-“backingi” mafia tanah tersebut. Polri juga diminta agar dapat memperjuangkan hak masyarakat dan tegakkan hukum secara tegas. (fn1)