Tulangbawang Barat
Trienews.id : Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba), Untuk kesekian kalinya kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke sebelas kali secara berturut-turut dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
WTP tersebut diterima Pemkab Tubaba dengan ditandai penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2021 dari Kepala Kantor BPK RI Perwakilan Lampung, Andri Yogama kepada Wakil Bupati Tubaba Fauzi Hasan, didampingi Ketua DPRD Tubaba Ponco Nugroho di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Lampung, di Bandar Lampung, Kamis (12/05/2022).
Selain dihadiri wakil bupati dan ketua DPRD, penerimaan LHP LKPD dari BPK tersebut juga dihadiri Sekda Tubaba Novriwan Jaya, Kepala Inspektorat Perana Putra, dan Kepala BPKAD Tubaba Mirza Irawan.
Penyerahan LHP tersebut dilaksanakan bersamaan dengan kabupaten lain, yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Mesuji.
Dalam laporan yang diterima langsung oleh Wakil Bupati dan Ketua DPRD, Kabupaten Tulang Bawang Barat mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Predikat ini merupakan predikat WTP yang ke-11 kalinya secara berturut-turut bagi Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat sejak 2011 silam.
Kepala Kantor BPK RI Perwakilan Lampung, Andri Yogama, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pemeriksaan laporan hasil keuangan bertujuan untuk memberikan opini mengenai kewajaran tentang penyajian laporan keuangan, bukan kebenaran.
“Jadi pemeriksaan ini bukan dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Meskipun demikian, jika ditemukan adanya penyimpangan, kecurangan, atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang memiliki dampak potensi dan indikasi, akan diungkapkan dalam laporan pemeriksaan,” ujarnya.
Andri Yogama menambahkan, di dalam laporan keuangan di semua daerah, masih ada beberapa masalah. Diantaranya adalah pertanggungjawaban perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai kontrak yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada penyedia jasa dan yang ketiga masalah penatausahaan aset.
“Meskipun demikian, masalah-masalah tersebut secara material masih tidak berpengaruh terhadap kewajaran penyajian,” tukasnya. (Ar/Frk)